Tuesday, February 10, 2015

Tentang Keamanan Murid di Sekolah


Sherina mau menolong Saddam yang diculik dalam film 'Petualangan Sherina.'
Oleh: Teguh Wahyu Utomo
Menitipkan anak ke sekolah itu ibarat mempertaruhkan jiwa dan raga. Berlebihan? Ya, pernyataan itu memang berlebihan. Namun, seberapa kecil pun peluangnya, ancaman bagi keamanan murid di sekolah pasti ada. Mari kita lihat buktinya.

Di Gresik 17 Desember 2014, seorang murid dirampas lewat gerbang sekolah lalu disandera seorang pria yang berakhir dengan cederanya si murid dan tewasnya si penyandera dalam sergapan polisi. Meski gerbang tertutup rapat dan banyak kamera pemantau, murid justru jadi korban kejahatan internal seperti yang terjadi di Jakarta International School beberapa saat sebelumnya. Belum lagi kasus penculikan anak dari sekolah.

Mau data lebih jauh? Bayangkan jika Anda mengirimkan anak bersekolah di Pakistan. Sekolah milik militer di Peshawar diserang kelompok bersenjata pada Desember 2014 sehingga 132 murid usia 12-16 tahun tewas. Di Nigeria sedikitnya 276 remaja putri dari sejumlah sekolah diculik kelompok militan, pertengahan tahun 2014.

Mari kita tengok data berbagai penembakan beruntun di institusi pendidikan. Andrew Philip Kehoe, 18 Mei 1927, melepaskan tembakan membabibuta terhadap sekolah di Bath Township di Amerika Serikat menewaskan 44 murid dan dia bunuh diri. Masih di Amerika Serikat, Seung-Hui Cho 16 April 2007 menghamburkan peluru di kampus di Virginia Tech, menewaskan 32 orang dan dia bunuh diri. Adam Peter Lanza pada 14 Desember 2012 menembaki SD di Newtown, Connecticut, sehingga 27 murid tewas dan dia bunuh diri.    

Thomas Watt Hamilton pada 13 Maret 1996 menembaki sekolah di  Dunblane, Inggris Raya, sehingga 17 tewas dan dia bunuh diri. Robert Steinhäuser, remaja usia 19 tahun, pada 26 April 2002 di Erfurt, Jerman, membunuh 16 murid dan dia bunuh diri. Remaja 17 tahun Tim Kretschmer, 11 Maret 2009, beraksi di Winnenden and Wendlingen, Jerman, sehingga 15 murid tewas dan dia bunuh diri. Di Kanada, Marc LĂ©pine pada 6 Desember 1989 menembaki sekolah di Montreal, 14 tewas dan dia bunuh diri. Di Cina, seorang pria epilepsi menusukkan pisau pada murid-murid di pintu masuk SD di desa Chenpeng sehingga 23 anak cedera pada 14 Desember 2012.

Mengerikan, bukan? Ya. Karena si pelaku umumnya datang dan beraksi tanpa isyarat mencolok. Pelaku tidak harus orang luar yang berpenampilan sangar. Bisa jadi pelakunya orang yang tampak manis dan baik-baik saja. Begitu juga dengan pelaku dari kalangan internal. Ini membuat murid/mahasiswa serta pengelola institusi pendidikan tidak cukup punya kesempatan untuk siap mengatisipasi atau bertindak. Tahu-tahu sudah ada korban.

Lalu bagaimana? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta kepada sekolah lebih peduli terhadap keamanan para anak didiknya. Kepolisian RI juga meminta seluruh sekolah diperketat keamanannya. Kalau sifatnya cuma meminta peduli atau seruan peningkatan keamanan, itu gampang. Yang sulit itu bagaimana langkah-langkah nyata dan menyeluruh untuk menciptakan kondisi aman di institusi pendidikan.

Jangankan Indonesia, negara-negara maju dan mapan semacam Amerika Serikat, Jerman, atau Inggris pun masih bingung memberlakukan standar dan langkah nyata pengamanan sekolah. Amerika Serikat mencoba menempatkan polisi di sekolah-sekolah. Di Cina, sekolah-sekolah menutup pintu bagi orang asing dan murid-murid dilatih bela diri. Di Jerman, pasukan swasta keamanan tak-bersenjata dipekerjakan untuk mengawal sejumlah sekolah. Di Prancis, polisi khusus ditugaskan menjaga sekolah-sekolah yang berpotensi bermasalah. Di Pipilina dan Rusia, pasukan militer khusus bahkan dikerahkan untuk mengantisipasi kampus atau sekolah dari kemungkinan serangan teror.

Entah apakah contoh itu langkah-langkah pengamanan yang sudah cukup atau bahkan malah ekstrim, yang pasti ancaman bisa datang kapan saja –bahkan saat sistem pengamanan sedang lengah. Maka,yang penting adalah melakukan pengamanan multi-langkah yang melibatkan sekolah, aparat, komunitas, dan keluarga.

Tetapkan prosedur standar keamanan, tentukan siapa saja yang bertanggung-jawab, latih secara ajeg seluruh murid tentang langkah-langkah keamanan itu. Bekerjasama dengan aparat keamanan berwenang jika terjadi hal-hal di luar kontrol. Jangan lupa, masyarakat di sekitar lokasi insitutsi pendidikan adalah pengaman luar biasa sehingga harus diajak serta. Sekolah juga harus bekerjasama erat dengan keluarga murid untuk menunjang keamanan.


* Penulis adalah praktisi media, motivator, public speaker, pengajar di UPN Veteran Jatim, dan bisa dihubungi di 081332538032, 29E810F1, cilukbha@gmail.cm, atau bisa dilihat di facebook.

No comments:

Post a Comment