Sunday, February 1, 2015

Sudah Nenek-Buyut Tapi Mau Masuk SD



oleh; Teguh Wahyu Utomo
Gogo, di antara murid SD (Photo; BBC)

Tiada kata terlambat untuk mulai belajar di sekolah. 

Ini bukan kiasan penyemangat, namun dijalani sepenuhnya oleh Priscilla Sitienei. Gogo, begitu nenek buyut berusia 90 tahun itu biasa disebut, masuk ke sekolah bareng tujuh cicitnya sendiri. Buyut dan cicit jadi teman sekolah.

Lima tahun lalu, Gogo masuk SD Leaders Vision di desa Ndalat, Rift Valley, Kenya. Sekadar informasi, Kenya terletak di belahan timur benua Afrika tempat ayah Barrack Obama (presiden Amerika Serikat) lahir. Negeri ini terkenal atas wisata safari hewan liar besar.

Gogo biasa duduk di bangku depan di kelas bersama murid-murid usia 10-14 tahun. Mengenakan seragam biru jaket hijau, ia belajar menuliskan nama-nama binatang dalam bahasa Inggris. Ia juga belajar berhitung, menyanyi bersama, drama dan ikut pelajaran olahraga.

Sebelumnya, selama 65 tahun, Gogo bekerja sebagai bidan tradisional desa. Sebagian dari teman-teman sekolahnya adalah bayi-bayi yang ia ia bantu lahirkan dari ibu masing-masing. Setelah pensiun dari pekerjaan, Gogo ingin mewujudkan cita-cita lama; bersekolah.

Saat masih kecil, Gogo tidak punya kesempatan belajar membaca atau menulis di sekolah. Ia dilahirkan saat Kenya masih dijajah Inggris. Ia tidak bersekolah karena turut perjuangan merebut kemerdekaan. Setelah Kenya merdeka, keluarganya terlalu miskin untuk memberinya biaya sekolah.
Ketika pemerintah Kenya menggelar program pendidikan gratis dan universal, Gogo dan beberapa warga senior lain memanfaatkannya. Namun, saat mendaftar ke SD Leaders Vision, awalnya ia ditolak karena usia. Dengan menunjukkan aturan pemerintah, ia pun akhirnya diterima.

Kemudian, justru kepala sekolah David Kinyanjui memujinya. “Saya bangga padanya. Gogo menjadi berkah buat sekolah ini. Dia penyemangat murid. Dia juga disayangi semua murid, diajak bermain dan belajar bersama. Nilai akademisnya lumayan untuk usianya yang sudah tua. Pendeknya, ada perbedaan besar di sekolah ini sejak kedatangnnya.”

Kenapa sudah usia senja tapi tetap bersekolah? Gogo mengaku, “Awalnya saya hanya ingin bisa membaca Injil dan menuliskan pengetahuan saya tentang kebidanan dan jamu-jamuan. Setelah itu, saya ingin menginspirasi anak-anak, terutama wanita, untuk bersekolah. Ada begitu banyak gadis yang tidak mau sekolah, tapi malah punya anak. Saya dekati dan tanyai mengapa tidak sekolah. Mereka bilang karena sudah terlalu tua. Maka, saya bilang pada mereka, ‘Saya saja sekolah, kalian harusnya juga.’ Di desa saya juga ada anak-anak yang tidak mengenal ayah, liar, menggelandang. Saya juga ajak mereka ke sekolah.”

Seorang murid gadis usia 11 tahun mengaku Gogo teman terbaik. Kenapa? “Karena ia bisa mendongeng, dan kami bisa berolahraga bersama.” Seorang murid lelaki usia 10 tahun, yang juga cicit Gogo, bilang buyutnya itu suka membuat kelas jadi teratur. “Kalau kelas gaduh, dia yang menyuruh kami untuk tenang.”

Gogo memang sering mendongeng pada teman-temannya saat istirahat di bawah pohon. Sambil mendongeng, ia juga mewariskan adat dan nilai-nilai tradisional setempat. Ia juga memperkenalkan pengetahuan tentang jamu-jamu yang bisa didapat dari lingkungan sekitar. Anak-anak biasanya duduk tenang saat Gogo bercerita.

Tidak ada yang bisa memastikan berapa usia Gogo. Yang pasti, ia menghitung usianya sudah 90 tahun. Jika benar, ia bisa memecahkan rekor dunia murid tertua masuk SD. Yang dicatat Guinness Book of Records adalah Kimani Maruge yang jadi murid SD dalam usia 84 tahun pada 2004. Namun, Kimani Maruge meninggal lima tahun kemudian. 


Belajar itu sepanjang hidup. Belajar itu tidak hanya di lembaga pendidikan. Belajar itu pada siapa saja. Belajar itu menyenangkan.


Penulis adalah  praktisi media, penulis, penceramah, pendamping penulisan, bisa dihubungi di 081332539032.

No comments:

Post a Comment