Mari kita simak data-data berikut ini;
-
Anak-anak (di Amerika) rata-rata menonton 40.000 iklan televisi per tahun
(Strasburger, 2001).
-
Anak-anak menggunakan media massa hampir delapan jam per hari (Businesweek, Januari 2010)
- Tapi,
anak-anak tidak bisa membedakan antara iklan di televisi dan program acara
televisi. Mereka tidak tahu bahwa iklan bertujuan menjual sesuatu (Comstock,
1991)
-
Anak-anak yang banyak menonton televisi lebih menginginkan mainan dan makanan
yang diiklankan daripada anak-anak yang tidak banyak menonton televisi. (Strasburger,
2002)
Boleh-boleh
saja jika Anda berargumen, ‘Ah, itu kan di Amerika.’ Namun, sangat mungkin
gambaran serupa terjadi juga di sini. Kalau tidak percaya, silakan amati anak
kita masing-masing. Berapa lama anak-anak kita menghabiskan waktu di depan
televisi, ponsel, video game, dan sejenisnya? Hasilnya, sangat mungkin
mendekati angka-angka di atas. Maka, jika dibandingkan waktu belajar di
sekolah, tidak berlebihan jika dikatakan media massa sudah menjadi ‘guru baru’
bagi anak-anak.
Media
massa memang bisa membuat anak mendapat informasi terbaru dalam hitungan detik
dan dari mana saja. Konten media bermutu, misalnya program-program semacam National Geography, Bocah Petualang,
atau quiz sungguhan, bisa menambah pengetahuan dan pemahaman anak-anak.
Masalahnya,
tidak semua konten media massa mencerdaskan anak. Beberapa produk media
meningkatkan tekanan darah atau menciptakan perasaan negatif. Anak berumur lima
tahun sudah mengenal rasa takut pada pocong. Iklan bisa memberi informasi namun
lebih sering justru menjerumuskan karena efek komersialisasi.
Lalu,
bagaimana?
Pengelola
media massa harus sangat hati-hati sebelum menyajikan produk pada publik.
Namun, repot. Itu mungkin saja terjadi kalau si pengelola punya tanggung jawab
sosial dan moral yang tinggi. Yang lebih umum, justru pengelola media
mendewakan rating karena berpotensi
mendatangkan uang.
Kalau
tidak bisa terlalu mengandalkan peran pengelola media, ya publik harus dibuat
melek media; harus tahu mana media yang baik dan mana media yang menyesatkan.
Nah, di sini peran guru, orangtua dan lembaga pengawas media.
Lembaga
pengawas media memberi arahan tertentu bagi program melek media. Guru-guru
menyadarkan murid-murid tentang manfaat dan ancaman konten media massa. Orangtua mendampingi anak-anak saat menikmati sajian media massa.
Penulis aalah praktisi media; memberi pelatihan motivasional pada umum; bisa dihubungi di 081332539032, atau cilukbha@gmail.com