Sunday, February 8, 2015

Ajarkan Life Skills pada Anak



oleh; Teguh Wahyu Utomo

Iklan Biskuat ini menginspirasi saya
Anakku tidak akan menang jika aku mengalah.
Anakku akan menang saat dia mengalahkanku.
Saat itulah dia punya semangat juang,
dan tidak bisa kuajarkan hanya lewat kata-kata.
Saat dia berhasil mengalahkanku, saat itulah aku menang.
Hanya Ibu yang mengerti pentingnya menanamkan semangat bagi kehidupan anaknya.

Lho, koq ngiklan? Benar, itu memang kutipan dari iklan cemilan anak-anak yang muncul beberapa saat lalu. Saya tidak ingin bahas produknya, namun hanya mengutip kata-kata yang menyertai diskripsi saat ibu balap lari lawan anak lelakinya. Mengapa? Karena kata-kata itu sangat menginspirasi saya terkait life skill.

Apa itu life skill? Itu adalah ketrampilan yang dibutuhkan untuk bisa menjalani kehidupan sehari-hari seutuhnya. Ketrampilan ini selalu dikait-kaitkan dengan bagaimana mengelola dan menjalani kehidupan lebih baik. Ketrampilan ini bisa bermanfaat untuk membantu seseorang meraih cita-cita atau mengembangkan diri sepenuhnya.

Karena kehidupan sangat seragam; lalu apa saja yang masuk ke dalam daftar life skill itu?

Yah, tidak ada daftar definitif bagi ketrampilan-ketrampilan itu. Biasanya, daftarnya disesuaikan dengan kondisi hidup seseorang dan lingkungannya, budayanya, geografinya hingga waktunya. Misalnya; bisa di kota, bisa di desa; bisa kondisi saat ini, atau proyeksi masa datang. Macam-macam lah. Yang penting, jika punya ketrampilan mengelola diri dan kondisi lingkungan, maka seseorang akan bisa menjalani hidup lebih baik.

Ada pakar yang membagi tiga kelompok inti dari life skills, yakni; Social Skills (ketrampilan sosial), Thinking Skills (ketrampilan berfikir), dan Emotional Skills (kematangan emosi). Untuk social skills, bisa dirinci lebih jauh menjadi; kesadaran akan diri sendiri, kemampuan berkomunikasi secara efektif, pandai dalam hubungan antar manusia, dan punya empati terhadap siapa saja. Untuk thinking skills, bisa dirinci lagi menjadi; jago berfikir kreatif, mampu berfikir kritis, berani dan tepat dalam membuat keputusan, punya kemampuan menyelesaikan masalah. Untuk emotional skills, bisa dipilah lagi menjadi; tenang dalam menghadapi tekanan, bisa mengelola stress dengan baik, bisa mengendalikan emosi agar tidak terlalu meluap-luap.

Para ahli memberi batasan begitu luas tentang life skills. Meski demikian, bisa jadi life skill terpenting adalah kemampuan untuk belajar. Hampir semua rincian ketrampilan di atas tidak datang dengan sendirinya, tapi hasil pembelajaran dan pelatihan. Mungkin saja seseorang punya bakat dalam ketrampilan tertentu akibat bawaan genetik. Namun, jika bakat itu tidak ditopang oleh pembelajaran dan pelatihan, tidak akan bisa berfungsi optimal.

Nah, orangtua dan guru punya peran besar dalam memfasilitasi pembelajaran itu. Berdasarkan profesi, gaji dan tunjangannya, guru-guru harus bertanggungjawab pada proses pembelajaran life skills pada murid-muridnya. Orangtua, dengan segala kasih-sayang di rumah, juga berperan besar dalam pembelajaran life skills.

Pertanyaannya; sudahkah kita memberi pembelajaran life skills yang cukup bagi anak atau murid kita? Jika anak bisa berkembang baik dalam kehidupan di level saat ini dan sukses beradaptasi di level lebih jauh, kita patut mengacungkan jempol (tanpa harus berlebihan). Kalau anak atau murid kedodoran saat ini dan makin kelimpungan di level lebih tinggi, tentu ada yang tidak beres dengan pembelajaran life skill-nya.

Belajar itu sepanjang hidup. Belajar itu tidak hanya di lembaga pendidikan. Belajar itu pada siapa saja. Belajar itu menyenangkan.


Penulis adalah praktisi media, berbagi pengalaman dan pengetahuan di UPN Veteran Jatim, memberi pelatihan motivasional pada umum, dan dapat dihubungi di 081332539032 atau 29E810F1 atau cilukha@gmail.com, atau https://www.facebook.com/teguh.w.utomo

2 comments: