Wednesday, August 26, 2015

Menulis Itu Jangan Pakai Otak


Tidak seperti biasanya, 25 guru yang berkumpul di ruang laborat SMPN 2 Pakis itu tenang sekali. Nyaris tidak ada suara, tidak ada gerak, apa lagi gelak tawa. Yang terdengar hanya suara tuts pada keyboard laptop yang dipencet sejumlah jemari berkali-kali.
 

Ah, rupanya para guru ini sedang menulis. Bukan RPP, PTK atau yang sejenisnya, mereka sedang serius menuliskan pengalaman lucu dalam kehidupan sehari-hari di seputar sekolah. Ya, serius menulis pengalaman lucu! Ada yang menulis pengalaman tentang murid yang ketiduran, tentang kentut bermasalah, dan lain-lain.
 

Untuk memecah kesunyian, saya berjalan keliling, dengan dua tangan di belakang pinggang, lalu menyapa dengan pertanyaan, “Ada yang merasa kesulitan?” 

Tidak ada yang menjawab. Boleh dikata, semua guru cenderung menundukkan kepala, memandangkan mata ke layar laptop, dan menari-narikan jemari di atas keyboard.
 

Ketika waktu deadline menulis sudah tiba, masa hening itu langsung berubah. Ada suara desah nafas lega. Ada yang nyambi minum kopi atau nyemil gorengan. Ada yang ngobrol dengan teman di bangku sebelah. Suasana jadi lebih cair, santai, dengan beberapa obrolan gayeng.
 

Saat suasana sudah cair, saya kembali menyampaikan materi pelatihan penulisan. Saya memaparkan cara memotivasi diri untuk mau menulis, beberapa teknik menulis yang enak, serta bagaimana menulis yang pas untuk dimuat di media massa. Saya juga menjawab beberapa pertanyaan peserta pelatihan.
 

“Yang penting itu menulis jangan pakai otak,” kata saya. 

“Lho, koq tidak boleh pakai otak? Ya iya, lah. Kalau pakai otak, kita tidak akan bisa menulis tapi hanya bisa mikir terus. Menulis itu harusnya pakai jari. Begitu jari digerakkan, bisa terwujud tulisan. Otak yang berfikir, jari yang menuliskan.”
 

Dalam pelatihan guru kreatif bertema ‘Menulis Itu Tidak Sulit’, isinya tidak hanya ceramah dan praktik. Dalam salah satu sesi, hasil tulisan para guru di layar perak langsung dibahas bersama. Agar suasana makin hidup, yang menilai tulisan guru bukan cuma saya tapi juga para guru itu sendiri.
 

Ketika ada satu artikel opini dibahas, seorang guru senior Bahasa Indonesia menunjukkan beberapa kelemahan penulisan. “Ada banyak pengulangan kata dalam tulisan ini. Harusnya bisa dibuat lebih singkat dan lebih bernas dengan cara membuang kata atau kalimat yang tidak mengandung arti.”
 

Saya langsung mengangguk menyetuui.

Pelatihan ini berlangsung atas kerjasama empat pihak; Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, SMP Negeri 2 Pakis Kabupaen Malang, Majalah Pendidikan CERDAS, serta Education for Everyone (EforE). Tujuan pelatihan ini untuk memotivasi guru menjadi suka menulis sehingga kelak diharapkan terbiasa menulis.
 


Ingin mendapatkan pelatihan menulis dengan cara menyenangkan semacam ini? 

Silakan saja kontak Teguh Wahyu Utomo di 081332539032 atau cilukbha@gmail.com.

2 comments: