Monday, August 3, 2015

Kecerdasan Spiritual untuk Guru



Oleh; Teguh Wahyu Utomo

Istilah ‘kecerdasan spiritual’ sering digunakan beberapa filsuf, psikolog, hingga teoris perkembangan, untuk mengindikasikan kesejajaran kondisi spiritual dengan IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient).

Danah Zohar melontarkan istilah ‘spiritual intelligence’ (disingkat SQ) dalam bukunya ReWiring the Corporate Brain pada 1997. Howard Gardner, penggagas teori 'multiple intelligences', tidak memasukkan spiritual intelligence di dalam ‘sejumlah kecerdasan’ temuannya dengan alasan susah mengkodekan kriteria ilmiahnya. Meski demikian, para peneliti kontemporer terus menggali eksistensi SQ ini.

Pada dasarnya, spiritualitas itu ada dalam diri siapa saja. Boleh dikata, setiap manusia bernyawa tentu punya spiritualitas. Namun, derajad kedalamannya dan ekspresinya bisa bermacam-macam. Sangat mungkin spiritualitas itu ada di alam sadar atau bahkan sudah di alam bawah sadar. Bisa saja spiritualitas itu sudah berkembang, bisa juga belum berkembang. Bisa saja bersifat naïf atau malah sangat canggih. Semua bergantung pada diri pribadi orang masing-masing dan bagaimana mengembangkannya.

Bagi umat beragama, spiritualitas bisa digambarkan sebagai hubungan tingkat tertinggi dengan Tuhan yang Mahatransenden. Jabaran dari spiritualitas ini bisa menjadi hubungan ke atas dengan Tuhan, hubungan sejajar dengan sesama manusia atau dengan alam semesta. Maka, spiritualitas ini bisa menghasilkan kehidupan yang baik sebagai manusia di dalam alam.

Kecerdasan spiritual bisa didefinisikan sebagai level bagaimana kita mengekspresikan kualitas spiritual sejati kita ke dalam alam pemikiran kita, ke dalam sikap kita, hingga ke dalam perilaku kita sehari-hari. Dengan kecerdasan itu, kita bisa menggunakan apa yang kita yakini dengan cara yang tepat dan pada waktu yang tepat untuk tujuan yang benar. Semua itu berdasarkan landasan yang diajarkan Tuhan.

Kenapa kecerdasan spiritual perlu dikembangkan?

Kehidupan manusia belakangan ini semakin kompleks, permasalahan akibat ‘kehidupan mekanis’ semakin meningkat, gaya hidup manusia berubah semakin mengarah ke materialistis. Cara-cara sekuler lewat teknologi dan sains juga tidak cukup memecahkan tuntas permasalahan manusia dalam sisi emosional, mental dan bahkan fisik. Kehebatan material ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual manusia. Dari sini, muncul kebutuhan spiritual manusia untuk melawan berbagai kebutuhan dan kehendak material. Agama tentu saja diharapkan bisa menjawab permasalahan manusia tentang hal-hal spiritual itu.

Guru tentu sangat perlu mengembangkan kecerdasan spiritual. Itu karena status guru sebagai sosok yang paling penting dalam pendidikan generasi bangsa. Jika guru menunjukkan kecerdasan spiritual, itu bisa menjadi sumber inspirasi bagi siswa-siswa muda yang sedang dalam tahap mencari jati diri.

Ada sejumlah murid yang berhasil mencatat skor IQ tinggi, namun tidak memiliki rasa kasih-sayang, kebaikan, atau keadilan. Lalu, berapa nilai spiritual dari intelejensi yang tinggi itu? Rasanya, akan lebih baik punya murid dengan IQ biasa-biasa saja namun bisa menunjukkan karakter dan ‘hati’ yang manusiawi.
 
Nah, guru dengan kecerdasan spiritual tinggi akan bisa membimbing murid IQ tinggi untuk tetap membumi. Kecerdasan spiritual guru akan membimbing kecerdasan intelektual murid untuk tetap berada di koridor kemanusiaan menuju ke arah ke-Tuhan-an. Di sisi lain, guru dengan kecerdasan spiritual tinggi akan memberi inspirasi pada murid berkarakter manusiawi untuk bisa mengasah IQ menjadi lebih tajam.


Penulis adalah praktisi media, berbagi pengetahuan di UPN Veteran Jatim, berbagi motivasi dengan kalangan umum, dapat dihubungi di 081332539032, cilukbha@gmail.com, atau https://www.facebook.com/teguh.w.utomo

No comments:

Post a Comment